Jumat, 19 Februari 2010

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PNEUMONIA

A. Definisi
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan padanan istilah : Acute Respiratory Infections (ARI).
ISPA mengandung 3 unsur, yaitu : Infeksi, Saluran pernafasan, Akut.
Batasan-batasan masing-masing unsur :
1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak, sehingga menimbulkan gejala penyakit.
2. Saluran pernafasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan.
3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari (batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun ISPA dapat lebih 14 hari).
Pneumonia adalah suatu peradangan atau inflamasi pada parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agent infeksi.
Pneumonia pada anak seringkali bersamaan terjadinya proses infeksi akut pada bronchus dan disebut bronchopneumonia.
Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi akut pada bronchus (bronchopneumonia), semua bentuk pneumonia (baik pneumonia maupun bronchopneumonia) disebut Pneumonia.
B. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti:
1. Bakteri: stapilokokus, streplokokus, aeruginosa, eneterobacter
2. Virus: virus influenza, adenovirus
3. Micoplasma pneumonia
4. Jamur: candida albicans
5. Aspirasi: lambung
Sehingga menimbulkan :
1. Reaksi radang pada bronchus dan alveolus dan sekitarnya.
2. Lumen bronkhiolus terisi eksudat dan sel epitel yang rusak.
3. Dinding bronkhiolus yang rusak mengalami fibrosis dan pelebaran.
4. Sebagian jaringan paru-paru mengalami etelektasis/kolaps alveoli, emfisema hal ini disebabkan karena menurunnya kapasitas fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan.
C. Klasifikasi pneumoni
Pneumonia Berdasarkan Penyebab :
1. Pneumonia bakteri
2. Pneumonia virus
3. Pneumonia Jamur
4. Pneumonia aspirasi
5. Pneumonia hipostatik
Pneumonia berdasarkan anatomic :
1. Pneumonia lobaris atau radang paru-paru yang mengenai sebagian besar/seluruh lobus paru-paru.
2. Pneumonia lobularis (bronchopneumonia) à radang pada paru-paru yang mengenai satu/beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrate.
3. Pneumonia interstitialis (bronkhiolitis) à radang pada dinding alveoli (interstitium) dan peribronkhial dan jaringan interlobular.
D. Patofisiologi
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada beberapa mekanisma yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan juga memiliki antibodi maternal yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya dari pneumokokus dan organisme-organisme infeksius lainnya. Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi imun didapat atau kongenital, atau kelainan neurologis yang memudahkan anak mengalami aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus atau epitel saluran napas. Pada anak tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel infeksius dapat mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis yang normal. Ini paling sering terjadi akibat virus pada saluran napas bagian atas. Virus tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian bawah dan menyebabkan pneumonia virus.
Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme pertahan yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran napas bagian bawah. Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan normal berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu orang ke orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang pneumonia bakterialis dan virus ( contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus Epstein-Barr, virus herpes simpleks ) dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik dari sumber terlokalisir atau bakteremia/viremia generalisata.
Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat mononuklear pada struktur submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis.
Patofisiologi Bronkhopneumonia :
1. Bronkhopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder.
2. Keadaan yang dapat menyebabkan bronchopneumonia adalah pertusis, morbili, penyakit lain yang disertai dengan infeksi saluran pernafasan atas, gizi buruk, paska bedah atau kondisi terminal.
E. Manifestasi Klinik
1. Secara khas diawali dengan awitan menggigil, demam yang timbul dengan cepat (39,5 ºC sampai 40,5 ºC).
2. Nyeri dada yang ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk.
3. Takipnea (25 – 45 kali/menit) disertai dengan pernafasan mendengur, pernafasan cuping hidung,
4. Nadi cepat dan bersambung
5. Bibir dan kuku sianosis
6. Sesak nafas
F. Komplikasi
1. Efusi pleura
2. Hipoksemia
3. Pneumonia kronik
4. Bronkaltasis
5. Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna/bagian paru-paru yang diserang tidak mengandung udara dan kolaps).
6. Komplikasi sistemik (meningitis)
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial); dapat juga menyatakan abses)
2. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi semua organisme yang ada.
3. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus.
4. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
5. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis
6. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
7. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing
H. Penatalaksanaan
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal
itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya:
1. Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
2. Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
3. Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia mikroplasma.
4. Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda
5. Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
6. Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.
I. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien:
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
3. Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia (malnutrisi)
4. Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)
5. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan)
6. Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda :
- sputum: merah muda, berkarat
- perpusi: pekak datar area yang konsolidasi
- premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi
- Bunyi nafas menurun
- Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku
7. Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid, demam.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar
8. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6 – 8 hari
9. Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah
J. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea bronchial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan kapasitas pembawa oksigen darah.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi (penyebaran) berhubungan dengan ketidak adekuatan pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun), penyakit kronis, malnutrisi.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
5. Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, batuk menetap.
6. Resiko tinggi terhadap nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
7. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan, penurunan masukan oral.
K. Rencana Keperawatan
No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi
1 Bersihan jalan nafas tak efektif b/d inflamasi trachea bronchial,
peningkatan produksi sputum
Jalan nafas efektif dengan kriteria:
- Batuk efektif
- Nafas normal
- Bunyi nafas bersih
- Sianosis 1) Kaji frekuensi/kedalaman pernafasan dan gerakan dada setiap 2 jam
2) kaji adanya peningkatan status pernafasan dan bunyi nafas abnormal
3) Auskultasi area paru, catat area penurunan 1 kali ada aliran udara dan bunyi nafas
4) Beri therapy oksigen sesuai program
5) Biarkan teknik batuk efektif
6) Lakukan perkusi, vibrasi dan postural drainage setiap 4 – 6 jam
7) Suction/Penghisapan sesuai indikasi
8) Beri posisi yang nyaman yang memudahkan pasien bernafas
9) Monitor analisa gas darah untuk mengkaji status pernafasan
10) Beri minum yang cukup.
11) Sediakan sputum untuk kultur/test sensitifitas
12) Kelolaa pemberian antibiotic dan obat lain sesuai program
13) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi: mukolitik, eks.
2 Gangguan pertukaran gas b/d gangguan pembawa oksigen darah,
gangguan pengiriman oksigen Gangguan pertukaran gas teratasi dengan:
- Sianosis
- Nafas normal
- Sesak
- Hipoksia
- Gelisah 1) Kaji frekuensi/kedalaman dan kemudahan bernafas
2) Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis sentral
3) Kaji status mental
4) Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan batuk efektif
5) Kolaborasi dalam pemberian terapi oksigen
3 Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi b/d ketidak adekuatan pertahanan sekunder Infeksi tidak terjadi dengan kriteria:
waktu perbaikan infeksi/ kesembuhan cepat tanpa penularan penyakit ke orang lain tidak ada 1) Pantau tanda vital dengan ketat khususnya selama awal terapi
2) Tunjukkan teknik mencuci tangan yang baik
3) Batasi pengunjung sesuai indikasi.
4) Tingkatkan masukan nutrisi adekuat
5) Kolaborasi dalam pemberian antimikrobial sesuai indikasi dengan hasil kultur sputum/darah misal penicillin, eritromisin, tetrasiklin, amikalin, sepalosporin, amantadin
4 Intoleransi aktivitas b/d ketidak seimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen Intoleransi aktivitas teratasi dengan:
- Nafas normal
- Sianosis
- Irama jantung 1) Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas
2) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi
3) Jelaskan perlunya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
4) Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat atau tidur
5) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan
5 Nyeri b/d inflamasi parenkim varul, batuk menetap Nyeri dapat teratasi dengan:
- Nyeri dada
- Sakit kepala
- Gelisah
1) Tentukan karakteristik nyeri, misal kejang
2) Pantau tanda vital
3) Berikan tindakan nyaman pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang
4) Aturkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
5) Kolaborasi
Berikan analgesik dan antitusik sesuai indikasi
6 Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan kebutuhan metabolik sekunder Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat diatasi dengan:
- Pasien menunjukkan peningkatan nafsu makan
- Pasien mempertahankan meningkat BB 1) identifikasi faktor yang menimbulkan mual/muntah, misalnya: sputum, banyak nyeri
2) Jadwalkan atau pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan
3) Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering (roti panggang), makanan yang menarik oleh pasien
4) Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.
7 Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan
berlebihan, demam, berkeringat banyak, nafas mulut, penurunan masukan oral Kekurangan volume cairan tidak terjadi dengan kriteria: Pasien menunjukkan keseimbangan cairan misalnya membran mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda vital stabil 1) Kaji perubahan tanda vital contoh peningkatan suhu demam memanjang, takikardia
2) Kaji turgor kulit, kelembapan membran mukosa (bibir, lidah)
3) Catat laporan mual/muntah
4) Pantau masukan dan keluaran catat warna, karakter urine. Hitung keseimbangan cairan. Ukur berat badan sesuai indikasi
5) Tekankan cairan sedikit 2400 mL/hari atau sesuai kondisi individual
6) Kolaborasi
Beri obat indikasi misalnya antipiretik, antimitik.
Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar